Selasa, 24 Januari 2012

Soal Matematika


Soal Matematika

1 Belajar Matematika Aktif dan Menyenangkan untuk Kelas IX
Jika OA= 4 cm,OB= 8 cm, danOD=10 cm, maka panjang OC adalah ....
a. 2 cm
b. 6,5 cm
c. 7 cm
d. 5 cm

2 Panjang bayangan tugu karena sinarMatahari adalah 15 m. Pada tempatdan saat yang sama, tongkat sepanjang1,5 m yang ditancapkan tegak lurusterhadap tanah mempunyai bayangan3 m. Tinggi tugu adalah ....
a. 6 m
b. 7,5 m
c. 8,5 m
d. 9 m


3. Pada segitiga siku-siku ABC ,DE // AB . Jika AB = 18 cm,BE = 20 cm, danEC  = 10 cm, luasCDE 
adalah ....
a. 7,5 cm
b. 15 cm 
c. 30 cm
d. 270 cm

4. Pada segitiga ABC berikut,DE //BC .Perbandingan Luas ADE : luas trapezium BCED adalah  4 : 5. Luas ADE : luas ABC adalah ....
a. 4 : 3
b. 5 : 9
c. 4 : 9
d. 9 : 4


5.Kesebangunan dan Kekongruenan Jika SQ = 24 cm maka panjang QR adalah ....
a. 16 cm
b. 20 cm
c. 24 cm
d. 28 cm. 

Senin, 16 Januari 2012

Waspada Teror UN

UJIAN Nasional (UN) telah di ambang mata. Ia hadir saban tahun sekali guna mengukur kemampuan siswa di tiap-tiap level. Pada 16-19 April 2012 UN tingkat SMA/SMK/MA akan digelar, berikutnya pada 23-26 April 2012 UN tingkat SMP/MTs akan digelar. Di balik pelaksanaannya itu, sejatinya tersimpan tanda tanya besar. Layakkah UN dijadikan sebagai alat evaluasi di tengah disparitas pendidikan di tanah air yang kian menganga?
Para pengamat pendidikan menilai, UN layak ditinjau ulang. Alasannya, karena pelaksanaan UN adalah kebijakan yang ambisius. Sebab, kondisi sekolah antarwilayah di Indonesia jauh berbeda. Jangankan antarwilayah, antarkecamatan di satu kabupaten saja bisa jadi memiliki perbedaan dalam hal sarana/prasarana dan mutu guru.
Pemerintah selalu menyatakan bahwa UN digelar demi peningkatan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan. Namun, begitu hasil UN diumumkan, tak ada lagi komitmen dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah. Jadi, UN hanyalah kebijakan all size yang sejatinya bersifat masal, dan justru membawa suasana teror bagi siswa, guru, dan orang tua siswa. Terlebih, bila ditengarai adanya aksi-aksi kecurangan dari oknum siswa dan guru. 
Mengutip Wahid (2008), adalah tidak mungkin bila pemerintah mengharapkan hasil seragam dari sesuatu yang bersifat majemuk. Apa pasal? Sebab, kondisi sarana dan prasarana sekolah, serta mutu guru berbeda-beda. Selain itu, hadirnya UN justru merepotkan siswa dan terutama guru—pihak yang bertanggung jawab atas kelulusan siswanya. Dengan demikian, wajar jika banyak pihak menuntut agar UN ditinjau ulang dengan alasan berikut.
Pertama, UN merupakan produk kebijakan yang bersifat super-kuantitatif. Artinya, pemerintah hanya berorientasi pada angka kelulusan saja. Buktinya, pemerintah terus-menerus menaikkan angka kelulusan, dari 4,5 (2007) menjadi 5,00 (2008). Sementara, angka kerusakan gedung sekolah, merosotnya jumlah guru bermutu, dan rendahnya sarana pendidikan di sekolah tidak pernah dihiraukan. Ada ketimpangan antara capaian kuantitatif dengan kualitatif.
Kondisi yang demikian, jika dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan terjadinya rekayasa pelulusan secara nasional siswa SMA/SMK/MA. Itu dilakukan demi mendongkrak jumlah indikator angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK). Jika itu benar, saya kira akan ada tragedi-tragedi UN yang lain yang muncul di tahun mendatang.
Jujur saja, UN pastilah berkonsekuensi pada prestasi dan prestise. Namun, angka kelulusan yang tinggi sekali pun, harus diikuti dengan pertanyaan tentang bagaimana mencapai angka itu. Di satu sisi, kita tak menampik keabsahan UN sebagai pendongkrak mutu, tapi di lain sisi, kita semestinya sadar bahwa kebijakan UN harus dijalankan dengan logika yang sehat. Dalam arti, hasil UN yang ada bukan diperoleh dari cara-cara yang curang.
Sekadar catatan, jika pemerintah menjalankan UN hanya demi ambisi ingin sejajar dengan Malaysia dan Singapura, maka UN bukanlah kebijakan yang tepat. Pasalnya, di kedua negara tersebut pemenuhan standar pendidikannya sudah sangat jauh berbeda daripada kita. Mereka telah memiliki program wajib belajar dari SD-SMA, dan gratis. Sementara kita barulah memiliki program wajib belajar dari SD-SMP, dan kualitasnya pun dipertanyakan.
Karena itu, jika pemerintah ingin mengukur mutu pendidikan, maka jangan buru-buru memakai UN sebagai instrumennya. Langkah pertama sekaligus utama ialah penuhi dulu semua standar pendidikan nasional, termasuk guru dan fasilitas pendukung pembelajaran. Setelah terpenuhi, barulah pemerintah melaksanakan ujian berskala nasional. Yang penting, pemerintah harus menunjukkan komitmen pendidikannya terlebih dulu, barulah UN dilaksanakan.
Kedua, hadirnya UN memunculkan disorientasi belajar siswa. Berdasarkan pengalaman UN tahun-tahun sebelumnya, sejumlah guru menilai, motivasi belajar pada siswa lebih karena ingin lulus, tidak lebih. Siswa cenderung berlatih mengerjakan soal ketimbang paham akan substansi materi pelajaran. Bagaimana mungkin siswa bisa cerdas kalau dia hanya diarahkan untuk terampil menjawab soal-soal UN tahun sebelumnya. Pola belajar yang aneh bukan?
Apa mau dikata, Mendiknas justru berkata sebaliknya. Ia mengatakan, UN dapat memacu kerja keras siswa. Mungkin klaim tersebut muncul karena dirinya melihat UN memiliki fungsi pendorong siswa untuk belajar. Tapi, jika mau dikaji secara dalam, UN belum layak diselenggarakan. Jangankan bicara mutu pendidikan, soal kebermanfaatan UN, terutama pada pembentukan nalar, logika, serta kreativitas siswa pun, tidak nyambung.
Padahal, ketiga hal tersebut sangat dibutuhkan untuk belajar di perguruan tinggi (PT). Tanpa itu, para siswa jagoan UN hanya menjadi mahasiswa bodoh. Pendek kata, UN dianggap belum mapan karena setiap tahun standar nilai minimal berubah, serta terjadi kecurangan yang membuat hasil UN belum obyektif. Apa jadinya bangsa ini dipimpin generasi yang tak bermoral, tapi pintar menjawab soal

Minggu, 15 Januari 2012

wang lin


Ayah Wang Lin dan ibu adalah mantan pemain bulu tangkis cina-, ada artikel tentang wang lin, artikel ini ditulis dua tahun lalu.Wang Lin adalah kuda hitam di China Master Bulutangkis diadakan di Chengdu Maret, 2006. Tak ada yang diharapkan untuk menang semua jalan ke atas. Tapi dia mengejutkan semua orang. Ia mengalahkan pemain top dunia dan menjadi champion.Looking di berdiri gadis 17 tahun di podium kemenangan, Li Yongbo, pelatih kepala tim bulutangkis nasional, bersemangat untuk memprediksi bahwa gadis remaja akan menjadi juara dunia satu hari.Sebelumnya sedikit diketahui kuda hitam Wang Lin dari Hangzhou, ibukota Provinsi Zhejiang pesisir timur China.Orangtuanya adalah juara bulutangkis. Ayahnya adalah seorang juara nasional dan ibunya peringkat di antara tiga besar di dunia. Tapi orang tua memutuskan jauh sebelum dia datang ke dunia bahwa dunia olahraga akan off-batas untuk anak.Sebelum dia berusia 10 tahun, anak manis Wang Lin tidak bermain bulutangkis apapun. Para orangtua sibuk untuk pelatih tim bulutangkis provinsi. Jadi Wang Lin merawat dirinya sendiri. Itulah sebagian alasan mengapa ia seperti bayi manis Sayang di mata orangtuanya. Setelah sekolah, dia akan melakukan pekerjaan rumah oleh pengadilan pelatihan, menunggu untuk sesi pelatihan untuk akhir sehingga ia akan pulang ke rumah bersama orangtuanya. Dengan 10, Wang Lin telah belajar bagaimana untuk merawat dirinya sendiri.Sepertinya orangtuanya bahwa semua sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana asli mereka. Namun, mereka lupa satu hal kecil. Sekolah dasar nya adalah cradle juara bulu tangkis dunia dan telah menghasilkan dua juara dunia bulu tangkis perempuan. Pelatih di sana adalah teman ayahnya. Kemudian bayi manis pada "tim hobi bulutangkis" sekolah.
Bakat dia diwarisi dari orang tua juara bersinar segera. Dengan waktu singkat dia menjadi pemain yang sangat baik. Mungkin diyakinkan oleh kecemerlangan nya, orang tua berubah pikiran mereka tentang masa depannya. Pada usia 11, ia berada di tim provinsi untuk menerima penuh-waktu pelatihan. Setengah tahun kemudian, ibunya menjadi pelatihnya. Gadis kecil dilatih keras dan menerjang melalui semua jenis latihan fisik berat dan ketat "nitpicks" dari ibunya. Pada tahun 2002, Wang Lin memenangkan empat medali emas di Olimpiade Zhejiang 13.Pada tahun yang sama, ayahnya menjadi pelatih tim nasional junior bulutangkis. Berharap putrinya akan dengan tim, ayah membawa putrinya ke kamp pelatihan di Xiamen. Pada hari Minggu kedua, sang ayah memberikan putri mengobati di restoran lokal. Wang Lin meyakinkan ayahnya keputusan bahwa dia ingin kembali ke timnya. Bukan karena ia tidak ingin berada di tim nasional. Dia lebih suka bergabung dengan tim pada kemampuannya sendiri, bukan dengan cara hak ayahnya.Jadi dia kembali dan bekerja lebih keras. Pada tahun 2003, ia menjadi juara perempuan di Junior Bulutangkis Kejuaraan di Asia. Dia bergabung dengan tim nasional junior pada Juli 2004. Dan sejak 2005, dia telah di tim nasional senior.Wang panggilan ke rumah seminggu sekali untuk berbicara tentang pelatihannya. Komentar ayahnya bangga pada bayi perempuan yang manis, "Dia pikiran sendiri. Dan dia cukup karakter! Kita tidak lagi perlu khawatir tentang bagaimana ia akan berkembang sebagai pemain bulutangkis "Wang sekarang salah satu pemain menjanjikan untuk Olimpiade Beijing 2008..Terus terang dan hangat-hati, gadis 17 tahun memiliki banyak teman. Bulutangkis tidak lagi hobinya. Belanja. Dan dengan bantuan dari seorang wartawan yang dia menelepon kakak, ia telah belajar untuk mengoperasikan blog sendiri. Saat ini, dia menemukan teman-teman baru secara online. Dia chatting dengan mereka seperti seorang gadis tetangga sebelah.